Surat KNLH Pertanyakan tentang Amdal
Jaringan Nasional untuk Advokasi Penolakan Semen Gresik dan perwakilan warga Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, meminta Kementerian Negara Lingkungan Hidup membatalkan analisis mengenai dampak lingkungan PT Semen Gresik.
Amdal itu dibuat untuk perluasan pabrik di Sukolilo. Sebelumnya, mereka mengadukan penangkapan dan kekerasan polisi terhadap warga pada 22 Januari 2009.
Menurut mereka, proses penyusunan amdal selama ini tidak mengindahkan suara warga yang sebagian menolak sejak awal. Bahkan, keputusan Gubernur Jateng yang meminta penelitian ulang tidak diikuti kajian lebih dalam.
Niat pemerintah daerah melanjutkan pembangunan pabrik semen itu dikhawatirkan merusak lingkungan. Kawasan karst yang akan ditambang merupakan sumber mata air yang mengairi ribuan hektar sawah di sejumlah desa.
”Kami takut kehilangan sumber air dan sawah,” kata Sunarti (35), warga Desa Kedumulyo, Sukolilo, pemilik sawah seluas 3.200 meter persegi, ketika berada di KNLH Jakarta, Kamis (29/1). Mereka datang tak lama sesudah beberapa media mengutip pernyataan Gubernur Bibit Waluyo yang menyatakan pemda telah mengeluarkan Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan.
Faktanya, sejumlah lembaga swadaya masyarakat pendamping dan aktivis lingkungan belum pernah melihat SK itu sekalipun. ”Kami meminta ke pemda pun tidak ada juga,” kata anggota Jaringan Nasional untuk Advokasi Penolakan Semen Gresik, Desmiwati.
Pihak KNLH hingga kini belum mengetahui persis, apakah amdal sudah keluar atau belum. Dalam prosesnya, KNLH seharusnya dimintai masukan.
Surat KNLH
Pada pertemuan kemarin, pihak KNLH menyatakan pada 5 Januari 2009 telah berkirim surat kepada Badan Lingkungan Hidup Jateng yang banyak terlibat menyusun amdal.
”Ada sejumlah pertanyaan yang kami ajukan,” kata Deputi I Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Tata Lingkungan Hermien Roosita.
Surat itu meminta agar beberapa kajian diperjelas lagi di antaranya status karst, kedalamannya, kajian geohidrologi, dampak pada goa-goa karst, dan penurunan kualitas udara yang mungkin muncul. Kajian amdal berada di bawah tim penilai amdal provinsi.
Setidaknya, ada tiga kelas karst, yakni kelas I, II, dan III. Kegiatan pertambangan hanya diperbolehkan bagi karst kelas II dan III. Karst kelas I dilindungi dari segala bentuk eksploitasi.
Pembagian kelas pada karst dinilai perlu diperjelas dalam amdal. ”Penelitian pertengahan tahun 1990-an, karst di Kendeng itu masuk kelas satu. Ketika akan ditambang, kelasnya turun menjadi kelas dua dan tiga,” kata anggota Jaringan Nasional untuk Advokasi Penolakan Semen Gresik, Muhammad Kodim.
Atas permintaan pembatalan amdal, KNLH tak dapat memutuskannya. Sejalan otonomi daerah, kewenangan di tangan provinsi.
Seperti diungkapkan Deputi III Menneg LH Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Masnellyarti Hilman, proses kajian amdal tidak bisa dilanjutkan ketika persoalan di awal masih ada yang belum disepakati. Kompas.Com