Gelombang aksi penolakan rencana pembangunan pabrik PT Semen Gresik (Persero) Tbk. di Sukolilo, Pati semakin besar dan meluas. Jika beberapa hari lalu, tepatnya Senin, 5 Januari 2008, sekitar 3000 warga Sukolilo dan sekitarnya baik yang dimungkinkan kena dampak secara langsung maupun tidak berunjuk rasa di Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pati, kini giliran pengurus Nahdlatul Ulama (NU) Kecamatan Gabus dan warga Nahdliyin se-Eks Kawedanan Kayen menyatakan sikap tegas penolakannya.
Kamis, 8 Januari 2008 kemarin, NU Gabus menggelar aksi berupa “Silaturrahim dan Tadarus Lingkungan” di Kompleks Ponpes Al-Ma’ruf , Pasinggahan-Sugihrejo, Gabus, Pati pimpinan Kiai Abd Rohman Adam. Acara tersebut dihadiri oleh pengurus NU Gabus baik level MWC maupun Ranting, Fatayat NU Gabus, juga kiai dan warga Nahdliyin se-Eks Kawedanan Kayen yang meliputi empat kecamatan, yaitu Sukolilo, Kayen, Tambakromo, dan Gabus.
Sikap penolakan ini sebagai wujud kepekaan dan bukti kepedulian NU terhadap problem-problem kemasyarakatan. “Sebagai organisasi yang besar, NU tidak boleh tinggal diam dalam hal ini. Karena pabrik semen itu lebih mendatangkan mafsadah (kerusakan). Maka sudah menjadi tugas NU untuk membela kepentingan masyarakat,” kata Zainal, panitia kegiatan.
Jika hanya diam saja dan tidak bersikap apa-apa, lanjut Zainal, maka NU akan kehilangan peran sosialnya dan itu akan semakin menjauhkan NU dari masyarakat. Apalagi kondisi di masyarakat saat ini sudah begitu memprihatinkan. “Baru pada fase rencana saja, masyarakat sudah dibuat tercerai berai. Antar mereka sudah tidak saling bertegur sapa lagi, saling suudhon (berburuk sangka), bahkan ada tanda-tanda mengarah ke konflik horizontal. Justru inilah problem yang paling krusial, yang tidak boleh dibiarkan berlarut-larut,” tegasnya.
Selain alasan tersebut, gagasan menggelar acara “Silaturrahim dan Tadarus Lingkungan” itu dikarenakan kecamatan Gabus merupakan daerah yang akan dilalui jalur transportasi jika pabrik semen nanti berdiri. Dengan begitu, mereka nantinya juga akan merasakan dampak langsungnya, alias sebagai korban. Fakta inilah yang menjadikan pengurus NU kecamatan Gabus berani menyuarakan tolak Semen Gresik meskipun Pengurus Cabang NU Pati belum menentukan sikapnya secara organisasi.
Acara dengan model lesehan (duduk di lantai) itu dimulai dengan tahlil bersama, kemudian dilanjutkan dengan kesaksian dari salah satu warga dari Kabupaten Tuban, Abdul Rohim, yang merasakan dampak langsung dari adanya pabrik Semen Gresik di daerah Tuban sana. Dari kesaksiannya, dia bercerita banyak mengenai dampak-dampak yang ada, seperti polusi, kekeringan, dan buruknya kondisi tanah bekas galian.
Usai kesaksian, acara berlanjut ke tadarus lingkungan bersama Kiai Haji Nuruddin Amin –atau yang akrab disapa Gus Nung– dari Bangsi, Jepara. Dalam tadarus tersebut, Gus Nung memberikan penjelasan mengenai persoalan lingkungan dalam perspektif Islam serta mengajak masyarakat semua, utamanya warga nahdliyin, agar lebih solid dalam melawan segala upaya yang bisa merusak lingkungan.
“Sebesar apapun kekuatan pemerintah, baik itu Bupatinya maupun Gubernurnya, kalau masyarakatnya solid dan kompak, maka tidak akan bisa mengalahkan kekuatan rakyat,” tegasnya yang diikuti gemuruh tepuk tangan hadirin. Dia juga mengingatkan bahwa persoalan seperti ini biasanya lama, tidak cukup diselesaikan dalam waktu setahun atau dua tahun sebagaimana kasus PLTN di Balong, Jepara beberapa tahun lalu. Karenanya, warga diminta untuk menjaga kesabarannya dalam melakukan gerakan penolakan semen ini.
Setelah itu, warga nahdliyin dan para kiai mendapat penjelasan mengenai hal-hal yang terkait dengan rencana pendirian pabrik semen. Season penjelasan ini mengahadirkan 2 narasumber, masing-masing adalah Muhammad Nurkhoiron, Direktur DESANTARA Foundation, dan Ahmad Bahtihazar Rodhial Falah dari Acintyacunyata Speleological Club (ASC) Yogyakarta. Nurkhoiron berbicara mengenai dampak sosial-budayanya, ketika nantinya terjadi perubahan sosial dari masyarakat agraris ke masyarakat industrialis, baik dari segi gaya hidup maupun menjamurnya tempat-tempat hiburan. Sementara itu, Ahmad Bahtihazar menjelaskan mengenai hidrogeologi kawasan kars. Dia menekankan pentingnya keberadaan Pegunungan Kendeng sebagai kawasan kars yang memberi manfaat besar terhadap proses pertanian di daerah sekitar dan bagi kehidupan masyarakat setempat. Karenanya, Pegunungan Kendeng harus dijaga dan tidak boleh dirusak agar tetap bisa berfungsi sebagaimana mestinya.
Penjelasan dari kedua narasumber tersebut kemudian diikuti dengan season dialog, para audiens diberi kesempatan bertanya atau memberi masukan. Pasca itu, barulah masuk ke acara puncaknya, yaitu penyamaan persepsi dan penentuan sikap dari pengurus NU Gabus yang dipandu oleh Zainal. Zainal berorasi dan memberi gambaran guna menyamakan persepsi di kalangan kiai, pengurus, dan warga nahdliyin terkait dengan rencana kehadiran pabrik semen.
Sekitar 15 menit berorasi, dia kemudian memanggil dan meminta pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) dan pengurus Ranting NU Kecamatan Gabus untuk menandatangani pernyataan penolakan atas nama organisasi yang sudah disiapkan sebelumnya. Satu per satu pengurus maju ke panggung dan menandatangi form penolakan tersebut disaksikan oleh yang hadir di sana. Berbarengan dengan itu, form pernyataan tolak Semen Gresik juga diedarkan kepada warga nahdliyin untuk ditandatangani atas nama pribadinya masing-masing. Dari data yang terkumpul, menunjukkan ada 171 orang yang menandatangani penolakan itu. Selebihnya adalah 22 orang pengurus ranting dan 16 orang pengurus MWC NU Gabus.
Semua pengurus MWC dan ranting yang hadir di sana sudah menandatangani pernyataan penolakan disertai dengan pembubuhan stempel. Lalu, mereka berdiri berjajar di depan untuk membacakan konsideran pernyataan penolakan itu yang dibacakan oleh Zainal. Demikian penggalan pernyataan sikap tersebut:
“Bahwa, bumi seisinya adalah karunia Allah SWT yang tak ternilai harganya. Maka, sudah menjadi tugas dan kewajiban bagi umat manusia sebagai khalifatu fi al ardh untuk menjaga serta melestarikannya, termasuk melindungi dari tangan-tangan jahat yang hendak merusaknya.
Bahwa, alam ini memiliki hukumnya sendiri. Maka, kita harus memperlakukan dan memanfaatkannya sebagaimana mestinya, tidak boleh mengeksploitasi secara berlebihan jika tidak ingin lahir bencana di kemudian hari.
Bahwa, bumi seisinya diperuntukkan bagi seluruh umat manusia, bukan hanya untuk kita saat ini melainkan juga bagi anak-cucu nantinya dan makhluk lainnya. Jika ada kelompok/segelintir manusia tertentu dengan watak serakah dan penuh ketamakan ingin menguasai karunia Illahi ini, maka tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali melawannya…”
Gemuruh tepuk tangan para hadirin menyambutnya, seolah melupakan panasnya siang kala itu. Mereka tampak begitu bersemangat dan antusias mengikuti jalannya acara tersebut hingga pembacaan doa sebagai penutup yang dilakukan tepat pukul 14.00 WIB.[]