Perubahan dunia yang begitu cepat dan kompleks menimbulkan respon dan keresahan baru. Salah satu respon itu berlangsung di bidang keagamaan. Tumbuhnya agama baru, aliran kepercayaan, dan tafsir-tafsir baru adalah respon intelektual yang di bentuk untuk menjawab dahaga spiritual individu/kelompok tertentu masa kini.
Sayangnya, ajaran-ajaran baru itu, baik itu berupa agama/ aliran kepercayaan, selalu ditandai sebagai penodaan dan penyimpangan. Sikap ini identik dengan penafian karya intelektual seseorang/kelompok.
Narasi mengenai penyimpangan membutuhkan sikap pelurusan yang ujungnya dilaksanakan melalui kekerasan fisik dan intimidasi. UU PNPS/1965 menegaskan sikap kekerasan seperti ini. Para pelakunya dituduh sebagai kriminal, pemimpinnya diciduk polisi, pengikutnya dibubarkan dengan paksa. Tidak jarang, rumah ibadah dan aset mereka dibakar dan dimusnahkan.
Rupanya kita belum beranjak dari narasi pelurusan dan penyimpangan. Padahal, keragaman bangsa ini bisa tumbuh karena kesadaran akan perbedaan. Yang dibutuhkan di tengah perbedaan-perbedaan ini adalah negara yang menyediakan ruang dialog dan musyawarah, bukan negara yang menciptakan hukum besi dan pengganyangan.