Srinthil edisi 20 : Perempuan di atas lumpur

Lumpur (Kehidupan Perempuan) Porong. Seperti lumpur, hidupnya mengalir mengikuti liku-liku kehidupan yang semakin tak tampak terang. Tapi, seperti lumpur juga, ia adalah sosok yang liat. Begitulah perempuan-perempuan yang terus mempertahankan denyut hidup keluarga; suami dan anakanaknya. Hidup perempuanperempuan seperti ini kontan berubah secara dramatis ketika semburan lumpur PT.Lapindo Brantas menenggelamkan rumah mereka. Pupuslah asa dan citacita mengais kehidupan yang lebih baik. Sejak lumpur di Lapindo Porong meluap untuk yang kedua kalinya tahun 2006, situasi sosial di desa-desa Siring, Renokenongo, Perumtas, dan lain-lain yang terkena dampak berubah sangat drastis. Ribuan rumah tenggelam dan puluhan ribu keluarga harus pergi mengungsi ke lokasi baru. Ribuan anak kehilangan gedung sekolah sehingga mereka harus mencari tempat pendidikan baru, tempat sosialisasi baru, dan tempat/lokasi sosial dimana ia bisa bertumbuh secara wajar.

Menurut Balai Rakyat Korban Lapindo, tercatat pengungsi di Pasar Baru Porong berjumlah 2.123 KK (atau 8.098 jiwa). Di Balai Desa Renokenongo 144 KK ( atau 528 jiwa), mereka yang kontrak rumah mandiri atau tinggal di rumah famili berjumlah144 KK (atau 534 jiwa), sehingga jumlah totalnya mencapai 2.381 KK (atau 9.160 jiwa). Sayang, tidak seperti bencana di tempat lain, pemerintah tidak menganggap peristiwa hilangnya ribuan rumah ini sebagai bencana.