Majalah Desantara Edisi 02/Tahun I/2001: Anis Djatisunda: Pemaksaan Arabisme pada Budaya Sunda Membuat Mereka Gelisah.

Siapa bilang Islam (Keislaman) itu tunggal. Coba saksikan bagaimana keislaman orang Sunda yang ternyata berbeda dengan keislaman orang Jawa, berbeda lagi dengan keislaman orang Minang, Aceh, Bugis, dan seterusnya. Tetapi mengapa bisa berbeda, sungguh tak mudah dijawab. Kalau ambil gampangnya, mungkin bisa dijelaskan bahwa meski Islam selalu dipersepsikan tunggal, tetapi Sunda, Jawa, Minang, Aceh, Bugis, dan seterusnya merupakan lading yang berbeda satu sama lain dan masing-masing mempunyai pengalaman historis yang berlainan pula.

Mungkin saja dalam konteks ini, Tuhan menghendaki Islam luwes dan lentur, selentur tradisi dan manusia yang menafsirkannya. Kekakuan memperlakukan Islam hanya akan melahirkan benturan yang tak selesai dan tak menguntungkan terutama bagi Islam itu sendiri yang diproyeksikan sebagai rahmat lil alamin. Bahkan mungkin justru mereduksi makna terpenting Islam itu sendiri. Bukankah Islam diturunkan tidak untuk Tuhan (karena Tuhan tidak membutuhkan agama), melainkan untuk manusia (karena manusialah yang memerlukannya) dan kepentingan kemanusiaan. Islam bukanlah kenyataan uluhiyat dan teks-teks baku yang tak berubah, tetapi merupakan kenyataan historis manusiawi dan demi kepentingan manusia dan kemanusiaan itu sendiri.
(Bisri Effendy)