Muslim Sulawesi Selatan mungkin yang paling kreatif. Coba bayangkan al-Qur’an yang dibakukan dan diberlakukan di seluruh belahan dunia hanya 30 juz, dikreasi menjadi 40 juz. Sepuluh juz sisanya diturunkan bukan di tanah Arab melainkan bumi tempat berpijak Bugis-Makassar-Mandar. Mungkin anda marah dan menganggap mereka keterlaluan, durhaka, menentang wa inna lahulaharfidhun sekaligus menentang Tuhan. Atau sebaliknya , tak ambil pusing dan membiarkan cerita itu sebagai lelucon yang tak lucu.
Tetapi mungkin kita tak pernah membayangkan bagaimana kalau cerita itu diletakkan dalam konteks keberagaman suku bangsa atau komunitas tertentu di belahan ekologis yang berbeda dari tempat diturukannya al-Qur’an. Apalagi, seperti yang tersajikan selama ini, tak seorang pun bisa menjamin bahwa realitas social cultural suatu bangsa akan tunggal dan given; kenyataannya selalu warna warni, cair, dan mengalir. Muslim Sulawesi Selatan tentu bukan muslim Arab, dan bukan pula muslim Jawa, Minang, Sunda atau yang lainnya. Mereka tetap muslim Bugis, Makassar, Kajang, Mandar dan sebagainya. Memang, bisa jadi mereka, sebagai sesama Muslim, memiliki kesamaan-kesamaan dalam sejumlah hal tertentu, tetapi juga tak mustahil di antara mereka terdapat perbedaan-perbedaan penting dalam beberapa hal lain. Oleh karena variasi dan pluralitas dalam keberagamaan adalah keniscayaan yang tak perlu diingkari oleh siapa dan dengan alasan apapun.