Pokok perhatian dari isu ‘feminisasi kemiskinan’ adalah pembongkaran dimensi kemiskikinan perempuan berbasis jender. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Diana Pearce untuk menyebut paradoks keberadaan ibu rumah tangga tunggal yang jumlah dan tingkat kemiskinannya terus meningkat, dibandingkan dengan kemajuan berarti pada jumlah para perempuan yang berada di pasar kerja.
Feminisasi kemiskinan menjelaskan kelemahan posisi ekonomi perempuan dalam sistem pembagian kerja berdasar jenis kelamin, dimana perempuan selalu berkubang dengan tanggung jawab pekerjaan rumah tangga sedang kaum lelaki selalu diindentifikasi sebagai penanggung jawab utama untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Partispasi perempuan di dalam pasar kerja terkendala oleh tanggung jawab mereka dalam ruman tangga, lebih jauh pengaruh kuat ideologi keluarga yang dipadu dengan kondisi material kapitalisme menyebabkan upah kerja perempuan tidak begitu dihargai. Paham negara makmur nampaknya begitu menguatkan perbedaan antara ‘pemenuh kebutuhan rumah tangga’ dan ‘mereka yang tergantung’. Keberadaan perempuan dalam pasar kerja yang tidak begitu menguntungkan menyebabkan para perempuan tersebut tidak begitu mau meneguhkan diri mereka sebagai pekerja namun lebih pada sebagai ibu rumah tangga, ibu dari anak-anak mereka, merekapun harus mengantungkan tingkat pendapatan yang sangat rendah dari kemakmuran yang ada. Feminisasi kemiskinan yang tumbuh itu pun berkembang dari kesalingketerkaitan persoalan antar posisi yang lemah perempuan dalam keluarga, pasar kerja dan negara.
Dewasa ini, pengunaan istilah feminisasi perempuan semakin berkurang meski memiliki peran sangat penting untuk menganalisa dimensi kemiskinan perempuan berbasis jender. Istilah feminisasi kemiskinan juga sering dikritik karena selalu menggunakan asumsi deteritori ketika melihat kondisi kemiskinan perempuan. Asumsi tersebut seolah menunjukan bahwa kemiskinan perempuan adalah fenomena saat ini dan jumlah perempuan miskin selalu melampaui jumlah laki-laki miskin. Memang tidak dinafikan pula, kemiskinan perempuan begitu kasat mata dengan meningkatnya jumlah perempuan tunggal. Posisi ekonomi perempuan yang tidak menguntungkan akan selamanya tersembunyi dalam bingkai rumah tangga dan keluarga yang selalu salah mengasumsikan bahwa semua anggota keluarga memiliki bagian pendapatan yang sama rata.