Buku yang diberi judul Bencana Industri: Relasi Negara, Perusahaan dan Masyarakat Sipil ini, memberi kontribusi bagi pengetahuan sosial untuk melihat dampak-dampak yang ditimbulkan oleh industri. Dari situ, sebagaimana dipaparkan dalam editorial, stok pengetahuan global kita, ternyata belum cukup untuk menghadapinya.
Buku ini mengungkap bagimana proses industrialisasi tanpa disertai dengan kesadaran kritis atas bahaya dan resiko-resiko yang muncul acap justru berakibat fatal. Dampak dari bencana industri (man made disaster) kerap tak teratasi.
Man made disaster sebagaimana disinggung di halaman pendahuluan buku ini memiliki pengertian sebagai bencana yang terjadi akibat perbuatan manusia. Buku ini juga memberi penjelasan bahwa memahami man made disaster adalah dengan melihatnya sebagai masalah sosio-teknikal yang mengikutsertakan permasalahan-permasalahan seperti sosiologi, organisasional dan proses teknik yang saling berinteraksi sehingga menjadi jelas kenapa terjadi man made disaster.
Hingga saat ini, industrialisasi disanjung sebagai proyek mercusuar yang melempangkan jalan bagi kemajuan dan kesejahteraan. Hampir semua elit politik dan pengambil kebijakan, menjadikan industrialisasi ini sebagai ukuran kemajuan dan keberhasilan.
Padahal, menerima secara utuh industrialisasi tanpa disertai dengan kesadaran kritis atas bahaya dan resiko-resiko yang muncul dari industrialisasi justru acap berakibat fatal. Dampak dari bencana industri (man made disaster) kerap tak teratasi.
Man made disaster sebagaimana disinggung di halaman pendahuluan buku ini memiliki pengertian sebagai bencana yang terjadi akibat perbuatan manusia. Buku ini juga memberi penjelasan bahwa memahami man made disaster adalah dengan melihatnya sebagai masalah sosio-teknikal yang mengikutsertakan permasalahan-permasalahan seperti sosiologi, organisasional dan proses teknik yang saling berinteraksi sehingga menjadi jelas kenapa terjadi man made disaster.
Gencarnya isu lingkungan sebagai persoalan kemanusiaan global, memang memicu kajian lebih serius atas sumber-sumber bencana yang diakibatkan oleh ulah manusia. Meski demikian, kajian lingkungan yang ada saat ini, belum menghitung lebih cermat persoalan resiko bencana dan kerugian yang dihadapi manusia atau sekelompok orang di lokasi tertentu ketika suatu industri dijalankan.
Di saat bersamaan, kajian-kajian bencana, sebagian juga masih terpaku dengan persoalan litigasi, pencegahan dan berbagai rencana penanggulangan yang hampir semuanya terkait dengan bencana alam, sementara, problem industri dan industrialisasi sendiri justru tereksklusi.
Akibatnya, industrialisasi memunculkan dampak negatifnya yang telanjang. Pelbagai bencana muncul. Maka, bencana industri ini jadi semacam unintended consequences dari keinginan negara yang menjadikan indusri sebagai mercusuar. Kekayaan sumber daya alam malah menjadi kutukan karena munculnya bencana ini. Mengingatkan kita akan istilah nature resource curse (kutukan sumber daya alam). Kekayaan alam yang melimpah, muncul pula kutukan berupa bencana di sana-sini.
Paring Waluyo Utomo dan Bosman Batubara, menuliskan tentang bencana industri yang diakibatkan oleh lumpur Lapindo. Menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran PT Lapindo Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, sejak tanggal 27 Mei 2006 itu hingga kini jauh dari tanda-tanda akan berhenti. Ribuan orang menjadi korban yang juga masih jauh dari tuntas penyelesaiannya. Syamsulrijhal Adhan menulis soal hilangnya hak komunitas masyrakat tanah toa Kajang, Bulukumba, sulsel, karena tanahnya diokupasi oleh PT Lonsum Plantation. Sementara, Sobirin memberi gambaran betapa pentingnya air di Gunung Kendeng, Pati, yang hingga kini, kawasan itu masih diincar oleh PT Semen Gresik untuk dijadikan sebagai kawasan pertambangan.
ISBN : 978-979-19646-3-0
Jumlah Halaman : 236
Editor: Bosman Batubara dan Heru Prasetya
Penerbit : Desantara
Tahun Terbit : 2010