Mbah Gono dan Anjingnya

Muhammad Nurkhoiron, 26 Februari 2022.

Kemarin saya mendapat kabar duka. Ayahanda Gunretno, sosok penting dalam gerakan tolak tambang di pegunungan Kandeng, Pati, Rembang, dipanggil oleh-Nya. Ayahanda Gunretno bernama Wargono, saya memanggilnya Mbah Gono. Untuk pertama kali saya mengenal sekitar 2003 ketika Desantara Foundation mengadakan acara Halaqoh Kebudayaan di Guyangan Pati. Setelah itu, saya dekat dengan beliau karena sering berkunjung ke rumahnya ketika Desantara memiliki beberapa kegiatan dengan gerakan Kandeng. Bahkan kerapkali saya bersua ke rumah Mbah Gono, beliau selalu menagih janji yang belum kutunaikan, menginap di rumahnya.

Mbah Gono adalah tokoh penting dari komunitas sedulur sikep (masyarakat lain lebih mengenalnya sebagai orang Samin). Beliau generasi kedua setelah Samin Surosentiko, sosok penting dalam gerakan Samin era kolonial ang akhirnya ditangkap dan diasingka ke Sawahlunto.

Kenangan yang paling unik saat berkunjung ke rumahnya, ketika bersama Mas Bisri Effendi (Alm) dan Akin (Staff Desantara) 2003. Di sela obrolan hangat bersama Mbah Gono di ruang tamunya, kami melihat dua anjing kecil di rumahnya. Wajahnya nampak lucu dan gemesin. Tiba-tiba makhluk kecil ini mendekati kami. Sebagai seorang Santri, kami sudah dianggap Santri berpikiran terbuka, kami tak punya pengalaman mendekati anjing, apalagi membelainya sebagai ungkapan menyukainya. Beda dengan cara kami mencintai kucing, kami bisa memeluk dan membelainya.

Begitulah Santri bermahzah Syafi’i yang sebagian besar dianut Muslim di Indonesia. Kami adalah orang yang gagal paham bagaimana mencintai makhluk bernama anjing. Kami sudah diberi pemahaman sejak kecil, bahwa anjing itu najis,  boro-boro kamu memelihara, ketemu anjing saja kami berusaha menjauhinya.

Tak kukira pertemuan kami dengan Mbah Gono waktu itu, pertemuan yang mengubah sikap kami terhadap anjing. Mas Bisri, orang yang paham bahwa bergaul dengan anjing bukan sesuatu yang tabu. Tapi kukira dia sama denganku, sama-sama tak berpengalaman bagaimana cara mencintai anjing.

Di saat kedua njing Mbah Gono mendekati kami, kami bergantian didekati, dan kedua kaki kami diciumin. Spontan Mas Bisri senyum-senyum, melihat perilaku dua anjing ini. “lucu ya anjing ini, katanya.” Saya tahu persis bahwa sebenarnya ekspresi Mas Bisri sama denganku, antara menyukai kelucuan dua anjing kecil yang sedang menempel di kaki kami secara bergantian, atau ada sedikit ketakukan jika anjing ini sampai menciumi seluruh tubuh kami. Karena kelihatan sekali, ketika anjing ini mulai naik ke kursi Mas Bisri dan ingin menjilati tubuh hingga kepalaya, ia nampak ingin menghindar dengan cara malu-malu.

Namun, melihat sikap kami beberapa kali nampak mengungkapkan kelucuan anjingnya, Mbah Gono malah senang dan menunjukkan sikap baik hatinya. “arep digowo nek Jakarta po (mau dibawah ke Jakarta apa)?”,”Gelem gowo opo Kim (bersedia membawa kamu Kim)?” tanya Mas Bisri ke Akim, ini sebenarnya ingin menimpakan jawaban Mbah Gono ke Akim. “Gimana bawanya?” Akim pun tersenyum kecut.

Tak terasa, kami pun udah beberapa jam ngobrol dengan Mbah Gono ditemani isterinya. Saat kami pamit karena ingin mengejar kereta dari Semarang, ternyata kami sudah dibekali dua kotak kardus sebesar dua kali kardus indomie. Kami kaget. “nopo iki Mbah” kata Mas Bisri. Mbah Gono tersenyum.
“Hahaha,” Akim pun tertawa terbahak-bahak karena setelah diperiksa dua kardus itu isinya anjing yang tadi menemani kami.

Antara bingung, cemas, namun menikmati kelucuan, kami pun tak berani menolak, dan terpaksa membawa dua kardus istimewa ini.

Saat di kereta kami tertawa kembali. Tak pernah terbayang, betapa kami bertiga yang hidup dalam tradisi Santri dipaksa membawa kardus berisi anjing dari Semarang hingga Jakarta.

Sejak saat itu, kantor kami Desantara Foudation ditemani dua anjing kecil. Saya lupa diberi nama apa keua anjing itu oleh Akim. Tapi sejak saat itu, kami dibiasakan dengan gonggongannya. Kami kian paham, gonggongan adalah sikap hangatnya menyambut kedatangan kami. Bahkan anakku yang pertama, saat itu berusia lebih dari setahun, sering kuajak mengakrabi kedua anjing lucu ini.

Sugeng tindak Mbah Gono. Sampeyan orang baik, karena melalui anjingmu, kami sungguh sungguh belajar bagaimana mencintai anjing. Makhluk yang sering disalahpahami oleh orang-orang Islam di sekitar kami, hingga menjadi objek makian. Padahal makhuk ini diberi tempat khusus di dalam kitab suci kami, al-Qur’an. Ia digambarkan sebagai makhluk paling setia, karena telah menemani tidur sang tuan Ashabul Kahfi, hingga terlelap lebih dari 300 tahun.

Allahummagfirlahu warhamhu  wa’fu anhu.

BAGIKAN: