Satu hari seorang Sedulur Sikep datang ke kantor RT. Ia berniat membuat KTP. Terjadilah dialog yang menyusul ini.
Petugas : Masuk, pak. Silakan duduk, ada keperluan apa?
X : Saya mau bikin KTP.
Petugas : Ya, bisa. Sebentar, saya ambil formulir dulu …, nama, ttl, alamat?
X : X, blablabla.
Petugas : Agama? X : Agama Adam.
Petugas : Apa? Agama Adam?
X : Ya, tepat.
Petugas : Agama Adam nggak ada dalam daftar agama resmi. Mungkin agamanya Islam kali?
X : Wong, saya bilang agama Adam bukan Islam.
Petugas : (Garuk-garuk kepala) Tapi agama yang ada dalam agama resmi Indonesia hanya lima, Hindu, Islam, Kristen, Katolik, Buddha. Agama Adam nggak ada. Wah, mungkin ini masuk ke aliran kepercayaan, ya?
X : Agama Adam ya agama Adam, aliran kepercayaan ya aliran kepercayaan.
Petugas : Yah, udah deh udah… Aku nggak mau berdebat. Tunggu dua hari lagi ya.
Dua hari kemudian.
X : Pak, saya mau ngambil KTP.
Petugas : Ya, ini.
X : Kok, agama saya Islam, kan saya bilang agama saya agama Adam.
Petugas : Agama Adam itu nggak ada, nggak resmi, dan sesat.
X : Lho, saya penganutnya kok. Kok dibilang nggak ada. Terus kok dibilang nggak resmi dan sesat, apa yang resmi itu selalu benar dan tidak sesat. Siapa yang mengatur yang benar dan sesat, mas?
Petugas : Ya, negara dong.
X : Ini negara memang aneh. Urusannya menyejahterakan rakyat kok malah bikin keputusan ini agama yang benar dan ini agama yang salah. Agama kan urusan hati. Negara tidak perlu lah mengatur urusan keyakinan. Yang butuh keyakinan saya kok, bukan negara. Makanya, negara ini cuma tukang boong. Wong saya bilang agama saya agama Adam, ditulisnya agama Islam. Gusti, gusti. Desantara