Karena mengejar “setoran” sebelum Pemilu 2004, pemerintah melalui Departemen Agama akan memberlakukan UU tentang Kerukunan Umat Beragama. Rencananya RUU KUB ini akan menjadi “UU Pokok” yang akan menggantikan UU No.1/PNPS/1965 (PNPS adalah penetapan presiden, waktu itu dikeluarkan oleh Soekarno) tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Dan, kalau itu menjadi UU pokok, maka semua keputusan atau kebijakan pemerintah pusat maupun daerah berkaitan dengan agama, akan menjadikan RUU ini nantinya sebagai rujukan utama. Di sinilah nilai strategisnya RUU KUB. Pertama, urusan agama tidak tersentuh oleh otonomi daerah. Dalam soal agama, semuanya dikembalikan ke urusan pusat. Pada poin inilah MUI dan Departemen Agama memainkan peranan penting. Kedua, RUU ini mengatur segenap urusan kehidupan beragama dari lahir hingga mati. Dan urusan kehidupan beragama itu adalah urusan “pengawasan, pembinaan dan pengendalian kehidupan beragama”. Itu mencakup soal penyiaran agama, perkawinan, pendidikan anak, pengangkatan anak, penguburan jenazah, pendirian rumah ibadah hingga soal penodaan agama.
Secara singkat berikut poin-poin permasalahan dalam draft pertama RUU KUB itu:
No |
Materi |
Poin-Poin Masalah |
Ketentuan HAM yang dilanggar |
A | Bagian Konsideran | ||
1 | (bagian b) bahwa kemajemukan masyarakat Indonesia merupakan realitas, kekayaan dan kekuatan bangsa serta anugerah Tuhan yang patut disyukuri namun di sisi lain kemajemukan itu dapat mengundang kerawanan sosial yang dapat mengganggu kerukunan umat beragama dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa yang harus diwaspadai | Sekali lagi, persoalan ancaman disintegrasi bangsa dikaitkan dengan masalah kerukunan antar umat beragama. Dan kemajemukan dianggap sebagai potensi yang bisa “mengganggu kerukunan umat beragama dan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa”. Dan dari sini kemudian ada pembenaran negara ikut campur tangan dalam urusan hubungan di antara umat beragama. | Dalam memeprtimbangkan alasan dikeluarkannya UU ini, negara tidak sepenuhnya menjamin perlindungan kalangan umat beragama dalam menjalankan agama dan kepercayaan mereka. Karena jaminan itu selalu dikaitkan dengan paham tunggal “persatuan dan kesatuan bangsa”. Kalau perlindungan itu dianggap mengganggu persatuan dan kesatuan, maka dibenarkan negara melakukan pembatasan-pembatasan dan pengaturan-pengaturan melalui UU ini agar tidak mengancam stabilitas nasional |
2 | (bagian c) bahwa kerawanan sosial dapat terjadi akibat faktor-faktor non-agama seperti kesenjangan ekonomi, politik, sosial budaya, faktor-faktor agama seperti pendirian rumah ibadah, penyiaran agama, penodaan agama, peringatan hari-hari besar keagamaan, perkawinan antar pemeluk beda agama serta bantuan keagamaan dari pihak asing | Bagian ini terasa menguntungkan kalangan agama tertentu. Karena faktor-faktor agama yang dikatakan memunculkan kerawanan sosial itu, sebagian muncul dari kasus-kasus Islam yang sebagian menilai banyak anggotanya yang murtad alias keluar dari Islam, karena soal pendirian rumah ibadah, penyiaran agama, penodaan agama, peringatan hari-hari besar keagamaan, perkawinan antar pemeluk beda agama serta bantuan keagamaan dari pihak asing. Sehingga muncul kesan kalau RUU ini hanya akan menguntungkan golongan Islam tertentu untuk kepentingan mengamankan jumlah mayoritasnya. | Setiap warga negara dijamin hak-haknya yang sama dan sederajat, apapun latar belakang agama, keyakinan dan kepercayaannya. Setiap pertimbangan dan alasan untuk membuat perundang-undangan haruslah memperhitungkan kesamaan dan kesderajatan warga negara dalam pemenuhan hak-hak mereka, tanpa membeda-bedakan antara satu kelompok warga negara dengan yang lainnya atas dasar perbedaan agama dan kepercayaan |
3 | (bagian d) bahwa dalam usaha mengatasi kerawanan sosial serta mewujudkan, memelihara dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang rukun, saling pengertian, saling menghormati, diperlukan pengaturan yang lebih seksama dan terarah melalui perundang-undangan | perlu dipertanyakan alasan diperlukannya undang-undang untuk membangun suasana kerukunan, saling pengertian dan saling menghormati di antara umat beragama. Sejumlah aturan dan regulasi yang ada selama ini tentang kehidupan umat beragama terbukti tidaklah menjamin situasi kerukunan beragama tersebut. Apalagi regulasi yang ada belum menjamin sepenuhnya perlindungan dan kebebasan warga dalam memeluk agama yang dipilihnya. | setiap pembuatan UU harus memeprtimbangkan terlebih dahulu kewajiban negara untuk mempromosikan, melindungi dan memenuhi (to promote, to protect and to fulfill) hak-hak mendasar warga negara sebelum mengambil pertimbangan bahwa karena umat beragama sering cek-cok dan konflik lalu diperlukan langkah untuk mendamaikan dan merukunkan umat beragama melalui UU |
B | Pasal-pasal | ||
1 | Pasal 1 ayat (1) | ||
Agama adalah agama yang dianut penduduk Indonesia, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha | Ini adalah diskriminasi. Penduduk Indonesia menganut berbagai ragam agama dan kepercayaan, bukan hanya lima agama. | Adalah pelanggaran HAM kalau negara membatasi kebebasan warga negara dalam beragama dan berkeyakinan (hanya dalam 5 lima agama saja), sebagaimana dalam Pasal 16 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) | |
2 | Pasal 1 ayat (9) | ||
Kebebasan beragama adalah kebebasan atau kemerdekaan setiap penduduk Indonesia memeluk agama tertentu dan beribadat menurut agama yang dianutnya | Kebebasan dalam beragama dimaknai “keharusan memeluk agama tertentu”, dan agama tertentu itu adalah salah satu dari kelima agama resmi. | Adalah pelanggaran HAM bila negara membatasi kebebasan beragama ini pada “keharusan memeluk agama tertentu”. Apalagi kalau agama tertentu hanya dibatasi pada 5 agama itu sendiri | |
3 | Pasal 4 | ||
Setiap pemeluk agama berhak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan ajaran agamanya | Pemeluk agama yang dimaksud adalah pemeluk lima agama resmi seperti tertuang dalam Pasal 1 ayat (1). Demikian pula setiap penyebutan kata “agama” dalam pasal-pasal berikut mengacu kepada Pasal 1 ayat (1) ini. Maka, yang tidak masuk ke dalam kelima agama ini jelas tidak akan memperoleh perlindungan. Pasal ini menunjukkan perlindungan negara terhadap agama-agama besar. | Negara sudah melanggar ketentuan tentang penghapusan berbagai bentuk diskriminasi, intoleransi dan ketidakrukunan karena agama dan kepercayaan, sebagaimana tertuang dalam pasal “Tidak seorang pun boleh dijadikan sasaran diskriminasi oleh Negara, lembaga, sekelompok orang, atau orang manapun atas alasan-alasan agama atau kepercayaan lainnya” dari Deklarasi PBB tentang Penghapusan Berbagai Bentuk Intoleransi atau Ketidakrukunan dan Diskriminasi Berdasar Agama atau Kepercayaan | |
4 | Pasal 10 ayat (2) | ||
Peringatan hari besar keagamaan pada prinsipnya hanya diikuti oleh pemeluk agama yang bersangkutan | Dalam masyarakat, hari-hari besar keagamaan sudah lazim dihadiri dan diikuti oleh berbagai penganut agama dan kepercayaan | Pasal 18 DUHAM tentang kebebasan pikiran, hati nurani dan agama | |
5 | Pasal 14 ayat (1) | ||
Pelaksanaan pendidikan agama harus sesuia dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan pelaksanaannya | Masalah-masalah yang terkait dalam UU Sisdiknas juga terkait dengan pasal ini | Pasal 26 ayat 2 tentang pendidikan dan pengajaran yang harus mengarah pada toleransi dan saling menghargai perbedaan | |
6 | Pasal 15 ayat (1) | ||
Perkawinan pada prinsipnya hanya dillakukan oleh pasangan laki-laki dan perempuan yang seagama | Perkawinan adalah masalah interaksi dan hubungan sosial masyarakat yang tidak mengenal sekat-sekat perbedaaan agama | Pasal 16 DUHAM tentang hak dan perlindungan yang sama dalam soal perkawinan tanpa dibatasi oleh kebangsaan, kewarganegaraan dan agama | |
7 | Pasal 16 ayat (1) | ||
Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan oleh orang yang seagama dengan kedua atau salah satu orang tua kandung dari anak dimaksud | Persoalan pengangkatan anak adalah masalah interaksi dan hubungan sosial masyarakat yang tidak mengenal sekat-sekat perbedaaan agama | Pasal 2 ayat 1 tentang perlindungan terhadap anak tanpa diskriminasi apapun, tanpa menghiraukan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, kewarganegaraan dll | |
8 | Pasal 17 ayat (1) | ||
Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu; penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama | Pasal-pasal penodaan agama seperti ini sering dipakai untuk “mengamankan” agama-agama resmi yang diakui negara dari tindakan penyimpangan dan penistaan dari kelompok-kelompok agama yang dikatakan “sempalan” atau dari penganut kepercayaan lain | Pasal 18 DUHAM | |
9 | Pasal 18 ayat (2) | ||
Bantuan tenaga asing keagamaan yang tidak melalui prosedur dan persyaratan administrasi keimigrasian seperti dimaksud pada pasal 9 ayat 1 dan 2, maka secara paksa oleh instansi yang berwenang untuk dideportasikan ke negara asalnya; sedangkan bantuan asing keagamaan lainnya seperti buku-buku, barang dan uang dapat dicekal secara hukum | Dalam RUU ini masih ada pikiran tentang pencekalan buku-buku agama | Pasal 18 DUHAM | |
Desantara-Ahmad Baso