Kali ini, Kajian Perempuan Multikutural (KPM), SRINTHIL yang biasa melakukan penerbitan rutin dalam bentuk jurnal, menelorkan Film bertema Perempuan Multikultural. Film ini digagas sebagai hasil dari respon kreatif Desantara dalam menyajikan dan menyebarluaskan ide-ide keragaman perempuan di Indonesia.
Gagasan film ini dimulai dari perbincangan internal di Desantara yang ingin menegaskan pentingnya memahami kekuatan dan geliat perempuan “marjinal” di tengah sistem patriarkhis yang kapitalistik.
Kali ini, Kajian Perempuan Multikutural (KPM), SRINTHIL yang biasa melakukan penerbitan rutin dalam bentuk jurnal, menelorkan Film bertema Perempuan Multikultural. Film ini digagas sebagai hasil dari respon kreatif Desantara dalam menyajikan dan menyebarluaskan ide-ide keragaman perempuan di Indonesia. Gagasan film ini dimulai dari perbincangan internal di Desantara yang ingin menegaskan pentingnya memahami kekuatan dan geliat perempuan “marjinal” di tengah sistem patriarkhis yang kapitalistik.
Dalam diskusi yang digelar 7 Juni 2010, Dirmawan Hatta yang ditunjuk menjadi pelaksana pembuatan film ini, sudah lama merindukan membuat film dari ide-ide Desantara. Sejak ia ikut terlibat 2009 lalu, ia merasa tertantang dan menikmati kerja-kerja lapangannya. Hatta dalam diskusi juga menggambarkan bagaimana perempuan Indramayu sebagai sosok yang pantang menyerah dan pandai menyesuaikan diri.
Seperti kita tahu, Indramayu selain dikenal sebagai penghasil padi terbaik dari daerah Pantura, Indramayu juga merupakan lokasi kultural dimana berbagai kelompok perempuan mementaskan sikap hidup yang penuh dengan siasat, negosiasi dan resistensi sebagai usaha untuk mengatasi tekanan-tekanan hidupnya. Kontras dengan kota-kota kecil pada umumnya, Indramayu dikenal karena warung remang-nya: suatu tempat yang dekil, yang berjejer di kanan- kiri jalan raya Pantura yang dihiasi dengan keramahan perempuan menyapa malam[1]malam yang kelam. Warung-warung ini menghiasi jalan raya Pantura dari Subang sampai Indramayu.
Sebagai bagian dari sejarah panjang yang menjadi perluasan Cirebon, Indramayu juga dikenal sebagai kota beriman; Islam menjadi agama mayoritas. Masjid-masjid berdiri dengan megah, berderet-deret di setiap sudut desa, bahkan berhimpitan dengan lokasi-lokasi warung remang[1]remang. Paradoks? Anda bisa melihat panorama ini dan bebas menafsirkannya di acara Launching Film Desantara sekitar bulan Agustus nanti.