Aksi penuntutan pembubaran Front Pembela Islam (FPI) merebak di berbagai daerah. Tak terkecuali, di Bandung, pekik suara pembubaran itu pun terdengar lantang. Ini agaknya bukan sekadar buntut dari insiden Monas, tapi merupakan titik kulminasi kekesalan terhadap FPI yang selama ini gemar melakukan cara-cara kekerasan.
Kamis, 5 Juni 2008, sekitar dua ratus orang yang tergabung dalam Aliansi untuk Kerukunan Umat Beragama (AKUR) Provinsi Jawa Barat, melakukan aksi menuntut pembubaran FPI. AKUR merupakan gabungan dari beberapa organnisasi, yaitu: Jaka Tarub, Jaker PAKB2, LBH Bandung, PBHI, DESANTARA Foundation, Fahmina Institute, GMBI, Pagar Nusa, Garda Bangsa, Garda Kemerdekaan, GP Anshor, GPM, GKP, IJABI, PMII, IPNU, GMKI, PMKRI, MKAI, FORDISMAPELAR, RUM, FKHU, APPKL, SPMI, AL-AFKAR, KI SUNDA, BPPKR.
Aksi dimulai dari Gedung NU Jalan Yuda No 3 Kota Bandung dengan cara berkonvoi; sebagian menggunakan kendaraan bermotor dan sebagian lainnya memakai mobil.
Sepanjang perjalanan, massa berteriak “Bubarkan FPI” tiada henti-henti. Mereka juga mendapat pengawalan dari pihak kepolisian. Sesampainya di Gedung DPRD kota Bandung, massa berorasi dan meminta anggota DPRD agar memberikan pernyataan dukungan pembubaran FPI.
Bertepatan dengan itu pula, massa GMNI tengah menggelar aksi di tempat yang sama. Mereka menolak kenaikan BBM. Kedua massa, AKUR dan GMNI pun bertemu dalam satu tempat dengan isu yang berbeda. Keduanya berorasi secara bergantian, menyatakan tuntutannya masing-masing. Namun selang beberapa saat, keduanya bertukar orasi; massa GMNI menyuarakan pembubaran FPI, sementara massa AKUR menyuarakan penolakan BBM. Keduanya bersepakat bahwa dua isu itu merupakan problem besar bagi Indonesia saat ini. Setelah berlangsung beberapa saat, massa GMNI meninggalkan pelataran gedung Dewan.
Sementara itu massa AKUR terus menyuarakan tuntutannya dan meminta anggota DPRD keluar untuk memberi dukungan. Sayangnya, menurut pengakuan dari pihak gedung Dewan, hanya 2 orang Anggota Dewan saja yang lagi berada di tempat saat itu. Mereka adalah perwakilan dari fraksi PDIP Iwan dan dari faraksi PKS Arif. Anggota Dewan dari fraksi PDIP menyatakan setuju bahwa pelaku tindakan anarkis atas nama agama atau apapun harus diproses secara hukum termasuk pelaku yang terlibat dalam peristiwa Monas, 1 Juni 2008 lalu. Sementara Arif tidak memberikan pernyataan apa-apa, “Cukup diwakili sama Pak Iwan,” katanya.
Sebagai perwujudannya, mereka diminta untuk bertanda tangaan sebagai bukti dukungan. Keduanya pun akhirnya membubuhkan tanda tangan di atas kain putih berukuran 8 x 1 meter yang dibeber membentang di lantai teras gedung Dewan.
Bertolak dari gedung DPRD Kota Bandung, massa melanjutkan konvoi ke Mapolwiltabes Bandung. Di sana massa ditemui langsung oleh Kapolwil. Di hadapan massa AKUR, Kapolwil menyatakan akan menindak siapapun dan kelompok manapun yang melakukan tindakan anarkhis. “Adapun mengenai tragedi Monas, kepolisian sedang memprosesnya,” tuturnya.
Setelah sekitar satu jam di Mapolwiltabes Bandung, massa kemudian melanjutkan aksinya berkonvoi menuju markas FPI di jalan Pasteur gang H. Yasin Bandung dengan pengawalan ketat dari pihak kepolisian.
Namun massa tidak diizinkan menuju ke markas FPI. Mereka ditahan di ujung gang oleh pihak kepolisian dengan alasan agar tidak mengganggu siswa-siswi yang tengah melangsungkan belajar di sebuah sekolah dekat markas FPI. Massa AKUR pun menerima alasan tersebut, dan menunggu pengurus FPI di ujung gang.
Beberapa polisi berjalan menuju markas FPI untuk menjemput pengurusnya. Namun yang keluar hanyalah Ketua Majelis Syuro FPI Kota Bandung H. Ayip Sholihin, karena saat itu markas FPI tidak ada orang. Ayip Sholihin yang mengenakan sarung dan songkok itu tampak tegang dengan ekspresi pasrah. Ketika massa menuntut pembubaran FPI Bandung Sholihin hanya menjawab dirinya tidak bisa memutuskan karena itu terkait dengan FPI Pusat.
Massa kemudian meminta Sholihin atas nama Majelis Syuro FPI membuat pernyataan dan menandatangani di atas kertas putih kosong bermaterai. Isi pernyataan itu terdiri dari 3 item, yaitu: [a] Meminta kepada ketua Tanfidzi FPI Kota Bandung agar selalu menjaga Bandung kondusif; [b] FPI agar tidak melakukan kekerasan di manapun; [c] tidak akan mengirimkan delegasi kemanapun untuk ikut serta mengadakan kekerasan.
Usai membuat pernyataan dan menandatangani, Sholihin kemudian membacakannya di hadapan massa aksi, pihak kepolisian, warga setempat yang menyaksikan, dan para wartawan. Hal itu dilakukan sekitar 13.40 WIB.
Setelah tuntutannya terpenuhi, massa kemudian mengakhiri aksi dan membubarkan diri dengan damai. Sholihin pun kembali ke markasnya dengan kawalan polisi. Desantara / M. Kodim