Jaker PAKB2. 12 orang anggota komisi III DPR RI senin 15 Desember pukul 13.00 – 15.15 Wib menerima hearing Jaker PAKB2. Pimpinan sidang dipimpin oleh Soeripto wakil ketua komisi III. Sementara pihak jaker yang hadir adalah Rosidin, Pdt Supriatno, Budi Sulaiman, Suryadi Radjab, Unoto D, Rusja, Ukun dari perwakilan korban, dan juru bicara dari Jaker PAKB2 Suryadi Radjab. Jaker menyampaikan bahwa dalam kurun waktu pengerjaan pemnataun satu tahun dan menghimpun peristiwa yang terjadi dari tahun 2000 – 2008, sementara ruang lingkup pemantaun yang dilakukan lebih kepada; pertama, Situasi Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di seluruh Kabupaten dan Kota/Kota di Propinsi Jawa Barat sejak tahun 2000-2008.
Kedua, Pemantauan atas Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan di Tingkat Propinsi Jawa Barat, Kabupaten dan Kota/Kota Adminstratif, termasuk di dalamnya Kebijakan dan Peraturan Perundang-undangan (Nasional) yang mempengaruhi situasi kebebasan beragama atau berkeyakinan di Jawa Barat sejak dari tahun 2000-2008. Ketiga, Pemantauan terhadap kasus-kasus intoleransi, diskrimiasi, dan pelanggaran kebebasan beragama atau keyakinan.
Pembagain wilayah pemantauan terbagi PBHI Jawa Barat: Kota Bandung, Kota Cimahi dan Kab. Bandung, Kab. Bandung Barat. LBH Bandung: Kab. Purwakarta, Kab. Subang, Kab. Ciamis, Kota Banjar. Fahmina: Kab/Kota Cirebon, Kab. Indramayu , Kab. Majalengka dan Kab. Kuningan. Desantara: Kota Bekasi, Kab/Kota Bogor, Kota Depok. JIMM: Kab/ Kota Sukabumi, Kab. Garut, Kab/Kota Tasikmalaya Sinode GKP: Kab. Sumedang, Kab. Karawang, Kab. Cianjur.
Pemantauan ini dilakukan dengan menggunakan Metodologi Berbasis Kejadian (violations approach). Metode ini mencakup identifikasi sejumlah tindakan (act) atau perbuatan (conduct), baik tindak ‘komisi’ maupun ‘omisi’, yang merupakan atau menyebabkan terjadinya pelanggaran hak-hak manusia. Dan cara bekerja pemantau adalah dengan Pengumpulan Data, Dokumentasi/ Input Data, Pengolahan Data/Verifikasi dan pelaporan. Sumber-Sumber Data, didapat dari: Hasil Wawancara. Kliping Koran/Internet. Dokumen Resmi (SKB; BAP; visum dsb). Pengaduan. Foto/ Video dan Audio. Setelah memperoleh informasi yang dianggap cukup untuk menyusun suatu peristiwa pelanggaran kemudian para pemantau memasukkan data tersebut ke dalam sistem pendokumentasian data pelanggaran kebebasan beragama. Sistem dokumentasi yang dipakai dan diadopsi oleh Jaker adalah HURIDOCS (Human Rights Information and Documentation System). Sistem HURIDOCS ini bekerja dengan menggunakan aplikasi database, yang dikenal dengan WINEVSYS. Aplikasi WINEVSYS ini diinstalasi di masing-masing organisasi anggota Jaker, dan terdapat satu program WINEVSYS yang juga diinstalasi sebagai induk untuk mengumpulkan data keseluruhan hasil pemantauan dari masing-masing organisasi. Setelah data diinput ke dalam sistem dokumentasi Huridocs pada masing-masing database lembaga yang sudah terinstalasi, para pemantau kemudian melakukan pertemuan yang diadakan tiap bulan untuk memverifikasi data yang sudah diinput. Verifikasi data ini penting untuk memastikan apakah suatu bangunan peristiwa sudah memiliki kelengkapan- kelengkapan yang memadai sebagai satu kasus pelanggaan HAM, yaitu telah memenuhi syarat 5W+1H, apabila belum lengkap maka data tersebut akan dikembalikan kepada para pemantau untuk dilengkapi lagi dan kemudian dilaporkan kembali kepada Monitoring Officer. Dan apabila data tersebut sudah lengkap maka akan segera dimasukkan ke dalam database induk yang terdapat di jaker.
Dari hasil proses pemantauan tercatat peristiwa pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan mengalami kenaikan dari tahun 2000 sampai 2008, terutama pada tahun 2007. Kemdian pelanggaran terjadi pada tiga katagori yaitu komisi, omisi dan yudisial. Tindakan omisi menempati urutan pertama hingga mencapai 69% diikuti komsi dan yudisial. Hak yang dilanggar pun tidak hanya pada 9 hak dasar kebebasan beragama dan berkeyakinan. Namun berefek pada pelanggran hak-hak lain yang termasuk hak ekonomi sosial budaya. Hal Suryadi R menegaskan bahwa dari hasil pemantaun ini menunjukkan adanya sistem penegakkan hukum yang lemah dan beberapa produk hukum yang membatasi hak kebebasan bergama dan berkeyakinan, untuk itu jaker PAKB2 tegas, mendesak agar DPR menggunakan haknya untuk mencabut UU PNPS No 1/1965 (jo Undang-Undang No 5/1969) tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. karena mengandung pembatasan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Sementara tanggapan dari komsi III, mereka merespon baik hasil pemantauan, tetapi mereka juga tidak bisa menjajikan, misalnya yang disampaikan Nursyahbani K, menyatakan; pencabutan bisa dimungkinkan jika sudah masuk pada PROLEGNAS, sementara hal itu sudah terlewat waktunya berkaitan dengan sisa waktu yang singkat anggota DPR RI yang sekarang menjabat duduk dianggota dewan. tetapi yang paling mungkin akan mengkaji hasil pemantaun ini dan akan ditindak lanjuti dengan mengkoordinasikan dengan pihak-pihak yang berwenang, misalnya dengan Kapolri, Kejaksaan Agung mapun didalam komisi-komisi yang ada di DPR RI. Dan anggota komisi yang lain menghendak agar aker melebarkan jaringannya tidak hanya di Jawa Barat agar terlihat potret keseluruhan wilayah di Indonesia.
Sedangkan perwakilan Jemaah Ahmadiyah Indonesia pa Ukun dan Rusja menyampaikan pengalaman diskriminasi yang dialaminya, mulai tidak bisa sholat berjamaah dimasjid hingga tidak bisa haji menunaikan rukun Islam yang kelima. Dan Pdt. Supriatno menyampaikan modus pelanggaran, pengalaman Gereja kami yang dianggap bermaslah, dari pihak muspika (camat, kapolsek tokoh agama setempat) atas kedok musayawarah kami diundang, lalu sampai ditempat bukannya musyawarah melainkan kami dipaksa menandatangani draft yang sudah dibuat, sehingga kami pada posisi yang dilematis. Dan modus ini ditemukan di banyak tempat di Jawa Barat. [Rs]