Penjemputan Paksa Sang Tertuduh ‘Penoda Agama’

desantara-default

Desantara.or.id

Di hari Kamis, 28 Agustus 2008, sekitar pukul 11.00 WIB, Ketua Perguruan Pencak Silat (PPS) Panca Daya, H. Ishak Suhendra, tengah menerima kunjungan tamu di kediamannya yang berada di Kampung Tagog Rt. 10/03 No. 109 Desa Karangmukti, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Ishak yang mengenakan baju koko dan sarung itu tampak asyik melayani tamu-tamunya dengan obrolan hangat. 

Tiba-tiba, muncul aparat dari Kejaksaan Negeri Kab. Tasikmalaya dengan seragam lengkap, yang langsung masuk ke rumah Ishak tanpa membuka sepatu dinasnya terlebih dahulu. Sementara di luar rumah, terlihat aparat kepolisian dari Polres Kab. Tasikmalaya berjaga di sekitar rumah dan jalan menuju ke arah rumah Ishak, serta 3 truk kepolisian terparkir di sana, sekitar 100 meter dari kediamannya.

Para aparat itu langsung memperkenalkan diri mereka dan mengeluarkan surat tugas serta surat perintah penahanan Ishak. Kedatangan tim eksekusi yang diketuai Dwi Harto itu itu tidak lain adalah untuk menjemput paksa dan menahan Ishak karena hari itu seharusnya jadwal persidangannya dalam kasus ”penodaan agama”.

Dengan cukup tergesa-gesa, tim eksekusi itu meminta Ishak untuk segera memakai celana –karena waktu itu Ishak masih mengenakan sarung— dan akan secepatnya membawa dirinya karena menurut mereka, sekelompok massa dari beberapa ormas agama sedang menuju ke arah Salawu.

Bertepatan dengan kumandang adzan Dhuhur, sekitar pukul 11.55 WIB, rombongan massa pun datang dengan menggunakan 2 mobil bak terbuka dan 1 mobil angkot. Setiba di sana, mereka langsung melakukan orasi ditimpali dengan teriakan dan yel-yel kecaman: “Ishakiyah Gantung! Ishakiyah Bunuh! Bakar saja Rumahnya! dan seterusnya. Sekitar 30 menit mereka berorasi menuntut para pengikut Ishakiyah (istilah pendemo melabeli pengikut ajaran H. Ishak) dan warga Panca Daya agar bertaubat kembali ke ajaran Islam yang benar. Menurut mereka, Ketua PPS Panca Daya Tasikmalaya itu telah membuat buku yang dianggap menyesatkan dan menuntutnya agar dibawa polisi untuk dihukum.

Buku yang dimaksud itu berjudul ”Agama dalam Realitas” yang ditulis oleh Ishak dalam ukuran kecil dengan jumlah 30 halaman dan dicetak sebanyak 150 eksemplar. Buku yang merupakan hasil kajian Ishak bersama warga Panca Daya setiap malam Jumat selama setahun tersebut menuai protes dari salah seorang tokoh NU kecamatan Salawu, yang kemudian melaporkannya ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kab. Tasikmalaya karena dianggap ada kesesatan di dalamnya. Menurut hasil kajian MUI Kab. Tasikmalaya, isi dari buku itu banyak terjadi penyimpangan- penyimpangan dari ajaran Islam, yang akhirnya mendorong keluarnya fatwa sesat dari MUI terhadap buku tersebut. Dari sinilah, Ishak kemudian dibawa ke pengadilan dengan dakwaan ”penodaan agama”.

Massa yang mengenakan pakaian putih, bercelana, bersarung serta menggunakan sorban ala ninja tersebut merusak 2 buah papan nama Panca Daya, mencabut dan mematahkannya lalu membuangnya ke kolam salah satu warga Panca Daya. Selain itu, massa yang terdiri dari NU, Ansor, Banser, dan Forum Rakyat Madani ini juga menggedor-gedor pintu dan mencabut stiker berlogo Panca Daya di kaca rumah yang dianggap pengikut ajaran Ishakiyah. Mereka pun terus menyisir beberapa rumah di sekitar rumah Ishak.

Massa tersebut sebelumnya hendak menghadiri sidang terdakwa kasus dugaan penodaan agama, H. Ishak Suhendra. Karena yang bersangkutan tidak datang, Majelis Hakim pun memerintahkan petugas Kejaksaan untuk menjemput paksa Ishak dari rumahnya. Massa yang sudah marah itu pun kemudian mengikuti penjemputan tersebut hingga ke rumah Ishak.

Akhirnya, pada pukul 13.15 WIB, Ishak pun keluar dari rumahnya dengan kawalan ketat dari petugas Kejaksaan dan Kepolisian. Melihat Ishak keluar, massa pun kian merangsek untuk mendekati Ketua PPS Panca Daya itu. Namun petugas mampu menghadang gerakan massa, hingga tak sampai terjadi sesuatu. Ishak pun kemudian dimasukkan ke dalam mobil tahanan untuk dibawa ke Mapolres Kab. Tasikmalaya.

Padahal selama ini, Ishak dikenal sebagai orang yang memiliki jiwa sosial tinggi. Kepeduliannya terhadap kehidupan orang lain juga mendorongnya menjadi seorang yang ahli dalam penyembuhan penyakit secara spiritual. Ketenarannya dalam menyembuhkan penyakit menyebabkan pasiennya terus bertambah hingga mencapai 25 ribu pasien sebagaimana yang terdaftar dalam buku tamu. Hampir tiap hari, selalu ada orang berkunjung ke rumah yang berwarna putih dengan cat pagar biru-putih itu.

Melalui Panca Daya-nya,  Ishak mampu memberdayakan para anggotanya yang berjumlah sekitar 200 orang, termasuk mengantarkan lingkungan RT-nya menjadi RT teladan tingkat Jawa Barat. Kelompok Panca Daya ini memiliki kepedulian dalam penghijauan, posyandu dan siskamling warga sekitar. Selain itu,  mereka memiliki kelompok usaha sablon, peternakan ikan dan membuat lapak untuk berdagang bagi masyarakat sekitar. Bahkan salah satu aksi sosial warga Panca Daya pada tahun 2007 telah berhasil membangun 15 rumah warga sekitar yang sudah tidak layak huni menjadi rumah yang layak untuk ditinggali.

BAGIKAN: