Pernyataan Sikap: Negara Sebaiknya Bersikap Adil dan Netral

Pernyataan Sikap

Negara Sebaiknya Bersikap Adil dan Netral Terhadap Semua Penganut Kepercayaan, Sekte, dan Agama

Kami yakin sepenuhnya bahwa semua agama mengajarkan keharusan menghormati sesama manusia, tanpa pembedaan apa pun. Agama-agama juga tidak membenarkan pemaksaan keyakinan kepada orang lain. Ajaran agama yang bersifat universal inilah yang menginspirasi para the founding fathers Indonesia merumuskan Pancasila sebagai landasan ideologi negara. Nilai-nilai penghormatan terhadap manusia ini kemudian menjadi asas dalam penyusunan konstitusi, UU Dasar 1945.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (194) menyatakan secara tegas penghormatan terhadap kemerdekaan manusia, terutama kemerdekaan dalam beragama dan berkeyakinan. Berikutnya, Undang-Undang No. 12/2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik, khususnya pasal 18, lebih tegas mengakui hak kebebasan beragama dan berkepercayaan.

Karena itu, atas dasar Pancasila, UU Dasar 1945, dan sejumlah perundang-undangan HAM lainnya, negara khususnya pemerintah dan aparat penegak hukum, harus bersikap adil dan netral di dalam masalah keagamaan. Negara tidak boleh mencampuri masalah keyakinan dan kepercayaan penduduk. Negara cukup mengawasi agar tidak satu pun warga negara yang mengalami intimidasi, dominasi, dan kekerasan atas nama agama apa pun alasannya.

Dalam konteks demokrasi, negara tidak boleh mencampuri urusan keagamaan warganegara, apalagi melakukan kriminalisasi terhadap seseorang atau kelompok yang meyakini sebuah ajaran dan kepercayaan. Mendorong permasalahan privat ke wilayah publik di dalam konteks kebebasan beragama/kepercayan merupakan pengingkaran terhadap demokrasi.

Negara tidak boleh membiarkan sikap saling tuduh, sesat menyesatkan dan terlebih lagi penyerangan terhadap kelompok yang dianggap berbeda agama, kepercayaan dan aliran. Sebab, kondisi ini sangat mengganggu proses national building dan perwujudan damai dan kerukunan agama di tanah air. Sekaligus membahayakan eksistensi bangsa Indonesia.

Berdasarkan hal tersebut, maka kami mendesak pemerintah, aparat negara, elemen negara, organisasi keagamaan, dan elemen masyarakat lainnya sebagai berikut :

Pertama, menuntut negara untuk bersikap netral dan adil dalam kehidupan keagamaan masyarakat. Mencegah timbulnya kasus-kasus penyesatan dan kriminalisaasi terhadap kelompok keagamaan, kepercayaan, dan keyakinan apa pun.

Kedua, menuntut negara agar tidak menggunakan fatwa MUI sebagai acuan hukum. Indonesia adalah negara hukum. Seluruh peraturan dan perundang-undangan harus selalu mengacu kepada PANCASILA dan Konstitusi UUD 1945.

Ketiga, menuntut negara untuk secara aktif memfasilitasi dan membuka ruang dialog secara damai, setara dan terbuka. Menuntut negara memberikan perlindungan kepada pimpinan dan anggota komunitas yang dituding sesat dan sebagainya.

Keempat, menghimbau kepada seluruh elemen masyarakat untuk bersikap inklusif dan tidak panik menghadapi munculnya berbagai aliran keagamaan, keyakinan dan kepercayaan; serta menghentikan tindakan-tindakan yang mengarah pada kekerasan, baik secara fisik maupun verbal.

Kelima, menghimbau kepada semua pemuka agama untuk menghentikan klaim sesat dan menyesatkan kepada kelompok lain. Fatwa penyesatan justru menjadi pendorong, pemicu, dan pembenaran tindak kekerasan oleh kelompok masyarakat tertentu.

Keenam, menuntut negara untuk tidak membatasi hak kebebasan berkumpul dan beribadat pada komunitas tertentu.
Demikian pernyataan kami.

Jakarta, 9 Nopember 2007

Hormat Kami

ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace)
The Wahid Institute
Jemaat Ahmadiyah Indonesia
AKKBB (Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan)
BPKBB (Badan Perjuangan untuk Kebebasan Beragama dan Berkepercayaan)

Desantara

BAGIKAN: