Pembangunan Berbasis Komunitas Perlu Dikembangkan dalam Pembangun Pabrik Semen Pati. Masyarakat sering salah dalam memahami cara hidup komunitas Sedulur Sikep, termasuk alasan mereka menolak rencana p mbangunan pabrik semen di sekitar tempat tinggalnya. Padahal, komunitas yang tinggal di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, ini hanya ingin menyelamatkan lingkungan di sekitar Pegunungan Kendeng.
Hal itu terungkap dalam forum diskusi Ruang Rabu, programMagister Lingkungan dan Perkotaan, Universitas Katolik Soegijapranata, Rabu (28/5) di Kota Semarang. Gunretno dari komunitas Sedulur Sikep dan M Nur Khoiron dari Yayasan Desantara hadir sebagai pembicara pada diskusi bertema “Mempertaruhkan Kebhinnekaan Indonesia Mempertaruhkan Sedulur Sikep” tersebut.
Gunretno mengatakan, mereka menolak rencana pembangunan pabrik semen karena khawatir terhadap dampaknya. Dari hasil penelusuran warga, setidaknya ada 47 sumber mata air di sekitar pegunungan Kendeng yang masuk wilayah Sukolilo. Pembangunan pabrik semen bisa mematikan sumber air yang selama ini dipakai untuk mengairi ribuan hektar sawah warga.
” Dadi iki ora mung perkoro lemah.Tapi ngopo kok tuntutan soal sumber air mau ora tau diangep?” (Jadi ini bukan hanya soal tanah. Tapi mengapa tuntutan soal sumber air itu tidak pernah dianggap?),” ujar Gunretno.
Selama ini, Pemerintah Kabupaten Pati dan masyarakat mendukung rencana pembangunan pabrik semen karena dianggap bisa meningkatkan kesejahteraan. Gunretno lantas membandingkan penyerapan tenaga kerja di sawah dengan proyek tersebut.
Dengan luas sekitar 2.000 hektar, dalam setahun sawah akan menyerap tak, kurang dari 500.000 tenaga kerja. Sementara pembangunan proyek tersebut hanyaakan menyerap 2000 tenaga kerja. Bahkan, saat beroperasi pabrik itu hanya almp rnenyerap sekitar l.000 tenagakerja.
Menurut Khoiron, banyak orang di luar Sedulur Sikep yang tidakmemahami pilihan hidup mereka. Karena tidak pernah mengenyam pendidikan formal, alasan penolakan yang dikemukakan Sedulur Sikep dianggap tidak logis. Padahal, mereka menolak karena mengetahui kondisi lingkungannya. “Mereka memiliki kecerdasan praktis karena belajar Iangsung dari lingkungan,” katanya
Pemerintah seharusnya tidak memikirkan pertumbuhan ekonomi semata Pembangunan berbasis komunitas harus diutamakan, sehingga hasilnya bermanfaat bagi masyarakat sekitar. “Lumpur Lapindo adalah contoh pembangunan yang tidak peka komunitas,” ujar Khoiron. Kompas Jawa Tengah 29 Mei 2008
ArtikelPDF terkait
Selamatkan Lingkungan Malah Dianggap Bodoh Sambungan
Salah Paham atas Sedulur Sikep