Pesatnya industri pertelevisian di Indonesia telah melahirkan tayangan layar kaca, yang lebih banyak memberi menu hiburan dan varian info(tainment) pada pemirsa. Sinetron adalah salah satu dari bermacam menu yang ditawarkan layar kaca, sebagai unit hiburan masal yang berjasa karena telah berhasil mengukuhkan ideologi pasar. Karena keberadaan tayangan sinetron dalam layar kaca tidak pernah lepas dari nilai kapital dan sepenuhnya ditopang oleh keberadaan pemasang iklan, maka keberadaan perempuan yang sarat dengan proses komodifikasi, lebih diasosiasikan sebagai ‘ruh’ hiburan dalam tiap tayangan televisi.
Meskipun terkesan semu dan hanya sebatas bayangan atau pantulan dari realitas, layar kaca telah beranjak berubah menjadi dunia tersendiri. Dengan menjadi sebuah realitas bayang-bayang, tiap tayangannya berhasil memberikan gambaran yang utuh meski beresiko melebihi realitas sebenarnya. Dunia bayangan itu telah menciptakan kualifikasi bagi tiap aktor yang berada di dalamnya. Perempuan adalah aktor elementernya. Kualifikasi yang diciptakan dalam sistem industri pertelevisian, membuat perempuan patuh kepada amanat pasar. Kualifikasi kecantikan atau male gaze serta mitos, menjadi panel khusus yang efektif menggerakkan tubuh perempuan dalam layar kaca. Hal ini kemudian membawa pergulatan tersendiri bagi perempuan yang menjadi subjek dalam layar kaca. Pergulatan dari awal masuk dunia broadcast yang sarat dengan persaingan, sampai dengan mekanisme survival untuk mempertahankan eksistensi di dunia bayangan itu. Otonomi tubuh sebagai benteng moral dan berani mengambil sikap, menjadi penting ketika perempuan tampil sebagai seorang aktris. Karena layar kaca adalah medan pertarungan aktor-aktor kekuasaan dan ideologi-ideologi dominan, maka kekuatan negara, agama serta pasar sangat menentukan keberadaan perempuan beserta pencitraannya.
Judul : Perempuan Seni dan Gerak Sosial Banyuwangi
Seri : Jurnal
Penerbit : Srinthil Kajian Perempuan Multikultural Desantara Foundation
Harga : Rp. 23,500,-