Sulihin, warga Dusun Passembarang
Oleh Tamsil
“Ritual To Mimala jelas menyalahi aqidah agama Islam.” Demikian jawaban sekaligus pandangan dari Sulihin (40 th), salah seorang warga Dusun Passembarang, Desa Batetangnga, ketika ditanya soal ajaran To Mimala.
Sulihin menyandarkan argumentasinya pada al-Quran. “Orang yang mengaku beragama Islam tapi mempersembahkan hewan babi sebagai penolak bala’. Dalam al-Quran, hewan babi jelas diharamkan,” terangnya.
Tak hanya menyimpang dari aqidah Islam, namun penganut ajaran To Mimala oleh Sulihin dicap syirik. “Mereka menyembah batu, sungai dan pohon,” ungkap lelaki yang sehari-harinya menjadi petani ini.
Untuk menguatkan penilaiannya itu, Sulihin menolak bahwa sesajen yang dibawa saat melakukan ritual To Mimala habis dimakan oleh penghuninya. Menurutnya, “Sesajen yang di taruh di baki itu habis dimakan oleh ular di dalam air atau dimakan oleh ikan, bukan dimakan oleh penjaga sungainya,” sangkalnya. “Jadi, apakah ini bukan musyrik?” tanyanya menandaskan.
Bagi Sulihin, To Mimala adalah praktek tradisi orang-orang dahulu yang belum mengenal agama Islam. Di sini, dia memberikan kesan dan citra bahwa To Mimala tak ubahnya seperti masyarakat yang hidup dalam tradisi jahiliyah, sebelum datangnya Islam.
Namun demikian, tidak semua yang ada dalam ajaran To Mimala ia tolak. Masih ada yang dianggap baik dari tradisi tersebut. “Yang saya setujui dalam To Mimala adalah mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa. Tapi saya tidak setuju kalau batu besar yang memberikan keselamatan,” ungkapnya.
Sulihin juga mengatakan bahwa keluarganya sendiri ada yang masih melakukan praktek penyembahan seperti itu. “Dan saya tantang mereka untuk berdebat. Hasilnya, generasi se-zaman dengan saya sudah meninggalkan praktek To Mimala.”
Di akhir pembicaraannya, Sulihin merasa yakin bahwa tradisi itu akan punah. “Biarkan saja orang tua yang melakukannya. Kedepan, tradisi itu akan hilang dengan sendirinya.”[DEPORT]